7 MUTIARA MENUJU KEBAHAGIAAN RUMAH TANGGA
(Nasehat
Perkawinan)
ومن أياته أن خلق لكم من أنفسكم
أزواجا لتسكونوا إليها وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذالك لأيات لقوم يتفكرون (
الروم / 21)
Dan di antara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri,
supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya
diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. [QS. Ar-Rum ayat 21]
Hadis Nabi saw :
فال رسول الله صلى عليه وسلم :
النكاح سنتى فمن رغب عن سنتي فليس منى
Pernikahan adalah perbuatan yang
selalu diinginkan dan didambakan oleh setiap manusia yang hidup. Pernikahan itu
adalah sunnah Nabi [النكاح سنتى],
maka barang siapa yang tidak melaksanakan nikah, kata Nabi saw bukan
golongannya [فمن رغب عن سنتئ فليس منى]. Pernikahan harus
didasarkan pada agama, ibadah, dan menjalankan sunnah Nabi saw, dan bukan
didasarkan pada nafsu belaka atau didasarkan tujuan lain yang tidak sesuai
dengan ajaran agama Islam.
Pernikahan harus atas dasar suka sama suka,
saling cinta, bukan dasar paksaan, dan bersandar pada ibadah
kepada Allah. Sebab, dalam menjalani kehidupan bahtera rumah tangga, bagaikan
orang mengarungi samudra luas dan penuh dengan gelombang, pada siang, malam,
panas dan hujan bahkan badai dan genlombang harus dilalui. Mungkin saja, cuaca
tidak bersahabat yang tidak pernah kita prediksi yang dapat saja datang secara
tiba-tiba.Kita harus selalu siap untuk menghadapi dan selalu mengantisipasi
setiap perubahan. Maka, apabila seseorang dalan menjalankan rumah tangga tidak
memiliki dasar, pedoman, mesti akan terombang-ambing dalam perjalanan rumah
tangganya.
Dalam berumah tangga, kita akan
melalui perjalanan panjang dan sangat melelahkan dengan tujuan untuk mecapai
“pantai kebahagiaan” yang sakinah dan diridhoi Allah.. Untuk
mencapai “pantai kebahagian” tersebut, tentu saja kita harus: [1] mempersiapkan
diri dan mental, baik suami maupun istri, [2] mempersiapkan berbagai keperluan
dan bekal agar perjalanan kita terasa aman, nyaman, dan lancer, sebab apabila
datang badai dan gelombang, kita akan siap menghadapinya dengan sikap tenang,
tidak grogi, tidak takut dan tidak gentar sekalipun dahsatnya badai dan
gelombang tersebut, sebab kita memiliki dasar [agama] dan pedoman [al-Qur’an
dan Hadis].
Untuk mengarungi perjalanan [rumah
tangga] itu dengan baik dan lancar, kita perlu mempersiapkan : Pertama, kapal
[rumah tangga] yang kokoh agar tidak macet dalam perjalanan. Kedua, mesin
yang betul-betul baik. Ketiga, bahan bakar yang cukup dan memadai. Keempat,
membawa peta dan kompas sebagai pedoman perjalanan agar tidak sesat dalam
perjalanan. Kelima, membawa peralatan yang memadai untuk mengantipasi
macet. Keenam, nahkoda yang pandai, lihai, dan memiliki strategi untuk
mengemudi kapal. Ketujuh, membawa
bekal yang cukup dalam perjalanan.
Pertama : Rumah
Tangga [الاسرة ],
bagaikan kapal [bahtera] yang kokoh.
Rumah tangga, harus dibangun atas dasar taqwa, cinta, suka sama suka dan
didukung dengan kedua belah pihak keluarga yang merestui serta mengharapkan ridho
Ilahi. Selain itu, harus
mempunyai niat dan kebulatan tekad untuk berumah tangga atas dasar lillahita’ala,
dengan ibadah [salat] – Insya Allah, rumah tangga akan kokoh.
Berumah tangga itu sendiri juga sebagai perilaku ibadah kepada Allah dan menjalankan sunnah
Nabi saw [النكاح سنتى ].
Kedua : Hati
[ القلب], sebagai mesin yang bagus. Artinya, suami istri harus punya
tujuan yang sama. Berumah tangga bukan untuk hanya sekedar melepas nafsu
birahi, melainkan harus memiliki tujuan untuk mencetak
generasi-generasi bangsa yang baik, kuat dan tanggung serta bertaqwa kepada
Allah swt. Tanpa punya perasaan sehati, mungkin saja tujuan tidak
akan tercapai. Maka dengan dasar ini, suami istri harus tahun kepribadian
masing-masing dan inilah yang dinamakan ta’aruf [تعارف ].
Ketiga : Akhlak
[الاخلاق], sebaga bahan bakar. Dalam berumah tangga, apabila hanya
berbekal atau memiliki cinta dan perasaan saja, tanpa dibekali dan atau
dibarengi dengan akhlak mulia, jangan berandai-andai untuk dapat
menguasai medan perjuangan yang berat itu. Akhlak adalah pondasi utama dalam
beragama, kata Abul Atahiyah : ليست الدنيا الا بدين وليس الدين
الابمكارم الاخلاق , artinya ”tidaklah dikatakan dunia
kecuali dengan agama dan tidaklah dikatakan agama kecuali dengan akhlak mulia”.
Maka, kita harus membangun rumah tangga dengan akhlak yang muliah. Akhlak sebagi pondasi utama untuk membangun rumah tangga. Prinsip akhlak
disini adalah saling menghargai, menghormati, menyayangi, penuh dengan senyum.
Sifat ini dinamakan tabassum [التبسم] dan sifat ini
sangat dianjurkan Rasulullah saw.
Keempat : القران الكريم والحديث sebagai peta dan kompas. Sebagai pedoman agar tidak tersesat dalam
perjalanan dan ketika menemukan
kesulitan, keresahaan, bacalah al-Qur’an dan kemudian kembalikan atau pasrah
kepada Allah. Suami dan istri harus
saling mengingatkan dan ta’awun
atau kerjasama dalam menghadapi kesulitan hidup. Semua persoalan harus
diselesaikan berdua dan selalu pasrah kepada Allah. Kata Baihaki, ان ذ كرالله شفاء , ingat pada Allah sebagai obat, dan وان ذكرالناس داء ingat pada
manusia penyakit. [البيهقي ].
Kelima : Nasehat
[النصيحة], sebagai
peralatan yang dibawa dalam perjlanan. Agama adalah nasehat [الدين النصيحة], maka kembali kepada ajaran agama Islam dalam
menghadapi setiap persoalan, sehingga mudah terselesaikan. Maka dalam
kehidupan rumah tangga, sepenuh apapun perasaan cinta suami pada istri atau sebaliknya, kesalah fahaman dan perselisihan [baik kecil
maupun besar] mesti ada. Suami dan istri
harus saling mengingatkan, saling menasihati dengan sabar antara keduanya untuk
mencapai kebaikan وتواصو بالحق وتواصو بالصبر ( dan bernasehatlah dalam kebaikan dan
kesabaran ) atau mungkin kita butuh nasehat-nasehat orang tua, ustadz, tokoh
masyarakat, atau orang yang lebih berpengalaman, sebagai obat pencerahan untuk
mencapai tujuan hidup yang mungkin salah dilakukan oleh kita. Maka, setelah mendapatkan
nasehat-nasehat akan tumbuh saling percaya, saling memaafkan, dan menghargai
kesalah fahaman itu. Sikap ini dinamakan takarrum [التكارم] atau saling
menghargai.
Keenam : Suami [الزوج ], sebagai nahkoda yang lihai. Suami harus pandai
memainkan peranan, dapat menjadi panutan, cerdas melihat situasi, agar
penumpang atau orang yang bersamanya merasa aman, tenang dan nyaman. Seorang
suami harus memiliki ikhtiar dalam menjalankan perannya, sehingga seburuk
apapun situasi dan kondisi yang dihadapinya, harus tenang, sabar, dan berserah
diri pada Allah [يبتغون فضلا من
الله ورضوانا ], “mereka mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya”.
Maka perumpamaan seorang suami, seperti seorang nahkoda yang menghadapi cuaca
yang buruk. Dia harus tetap tenang untuk mencapai tujuan, maka secara
perlahan-lahan tapi pasti dia akan lalui badai tersebut dan seluruh penumpang
pasti akan menghormati dan menghargainya. Penghargaan itu akan datang dengan
sendirinya, mungkin saja berupa ucapan terima kasih, mungkin ciuman, pelukan,
bahkan dengan kepasrahan diri penumpang dan penumpang tersebut tiada lain
adalah istri. Sikap ini dinamakan tala’ub [التلاعب ].
Ketujuh : Kepasrahan [التسليم], sebagai bekal yang cukup. Dalam menjalani
kehidupan rumah tangga, kita harus banyak berusaha [bekerja] dan berdo’a (وابتغ فيما اتاك الله الدار الأخرة ولا تنس نصيبك من الدونيا
وأحسن كما احسن الله إليك) "
. “ carilah anugrah Allah untuk kehidupan akhirat, tetapi jangan
lupa nasib(bagian)mu untuk kehidupan dunia dan berbuat baiklah sebagaimana
Allah berbuat baik padamu”. Karena usaha atau bekerja tanpa do’a akan sia-sia,
dan begitu juga sebaliknya do’a tanpa usaha atau bekerja adalah mimpi atau
angan-angan belaka. Suami harus berusaha mencari nafkah untuk menghidupi
istrinya. Suami dan istri harus dapat bekerja sama untuk melindungi perjalanan
yang panjang, seorang suami tahu kebutuhan istri dan begitu sebaliknya istri
tahu kebutuhan suami. Dengan demikian, akan terbangun sikap saling menghargai
dan toleransi dalam berumah tangga. Sifat ini dinamakan tasamuh [التسامح].
Ketujuh
mutiara ini, dinamakan “Resep agar tetap bahagia”, bertujuan yang
jelas, pasti, dan sampai dengan selamat di atas Ridho Ilahi Robbi, dengan
mengucapkan :
بارك الله لكماوبارك عليكماوجمع بينكما فى خير
Semoga
Allah memberkahi pernikahan ananda berdua”, amien yaa robbal ‘alamiieen.
Tulisan ini, konsep awalnya ditulis oleh KH. Muhadi
Zainuddin, Lc., M.Ag, kemudian ditambah dan diperluas oleh Hujair
AH. Sanaky.
Sumber: www.sanaky.com
Kata kunci: keluarga sakinah
Sebelumnya: ANTARA SUNNAH, HADITS, KHABAR DAN ATSAR
Selanjutnya : IDENTITAS UMAT MUHAMMAD
Selanjutnya : IDENTITAS UMAT MUHAMMAD
Tidak ada komentar:
Posting Komentar