ULAMA DAN GODAAN
POLITIK KEKUASAAN
Judul Buku : Manuver Politik Ulama; Tafsir Kepemimpinan
Islam dan Dialektika Ulama-Negara
Penulis : Komarudin Hidayat dan M. Yudhie Haryono
Penerbit : Jalasutra
Edisi : 2004
Tebal : xxiv + 132 hlm
Peresensi : Abdul Rokhim Karim, SH.i (Peminat Buku, Tinggal
di Kediri)
Islam menjadi dinamika yang khas dalam sistem
perpolitikan di Indonesia. Kiprahnya menjadi bagian yang senantiasa mewarnai dalam setip perhelatan. Walaupun
dalam sepanjang sejarah Indonesia, (politik) Islam (hampir) tidak pernah
memegang posisi pemenang. Alih-alih justru membawa ekses negatif di tubuh
internal mereka.
Salah satunya adalah keterlibatan Ulama. Ditinjau dari sisi tujuan,
masuknya ulama kekancah politik merupakan sebuah pilihan mulia. Namun dalam
realitasnya, dengan sangat kejam namun cantik, politik telah membangun demam
popularitas dan menenggelamkan ulama dan umat dalam kemenangan semu.
Dari masa kemasa, tampilan islam lebih didominasi
oleh “wajah haus” kekuasaan. Namun wajah ini terbungkus dalam rona kemiskinan;
miskin jabatan, kekuasaan, serta kesempatan. Sehingga merupakan hal wajar
manakala potret buram politik ikut hadir untuk mewarnai dinding-dinding galeri
politik.
Jika melihat pada peran esensialnya, ulama memang
penerus risalah kenabian. Interpretasi tugas ini kemudian diimplementasikan
pada urusan domestic pesantren asuhannya. Namun seiring perubahan zaman, banyak
yang kemudian menafsirkannya lebih luas lagi, termasuk memasuki kancah politik
kekuasaan. Inilah yang kemudian menjadikan ulama selebriti politik yang diperebutkan fans-fansnya. Posisi ulama
sebagai “pemilik umat” dijadikan jembatan alternatif dalam pemenangan
pertarungan para elit politik.
Masuknya ulama kekancah politik kekuasaan karena
memiliki modal restu,simpatik dan kharismatik. Selain itu kultus sebagi
orang suci menambah daya pikat mereka. Kemudian mereka “menegara” dan
mendudukkan diri sebagai bagian yang signifikan untuk menempatkan diri sebagai
aktor pemilik tiket guna melenggang kekuasaan Negara.
Bahasa-bahasa ketundukan, kepasrahan, keharaman yang
masih melekat erat dalam benak masyarakat/umat terhadap
pemimpinnya dijadikan modal bergaining untuk mendapatkan posisipolitik dan
money politik. Harapan akan ketentraman serta kedamaian yang ada pada
masyarakat yang biasanya terjawabkan dengan kehadiran figur seorang ulam
menjadi “pemikat” ampuh yang terkadang disalah gunakan politisi busuk untuk
lebih menyeret ulama kedalam gerbong politik.
Bukan hanya sekedar itu, ormas-ormas islam pun juga
turut meramaikan lajur politik. Nahdlotul Ulama (NU) misalnya, walaupun bukan
partai politik, kedudukan dan posisi ummat NU menjadi sangat penting untuk
diperebutkan dalam konstelasi politik. Jutaan massa dengan tingkat kohesifitas
yang tinggi, menjadikan NU dan ormas-ormas islam hanya sebagai “pecundang” atau
umpan dalam pensuksesan agenda partai.
Dengan masuknya ulama dalam percaturan politik ini
menjadikan keresahan tersendiri bagi pemerhati islam. Dan dalam puncak
keresahan tersebut buku “manuver politik ulama” ini merupakan bentuk ekspresi kegalauan
Komarudin Hidayat dan M. Yudhie Haryono. Kedua penulis ini mencoba mendobrak untuk
memberikan sedikit pencerahan dalam dalam tubuh islam. Kedua penulis ini
mempertanyakan kembali posisi dari agama (Islam) dan Negara serta bagaimana
seharusnya kiprah ulama dalam relasi agama dan Negara. Buku ini berangkat dari
tiga farian penting yaitu; Pertama, makna agama dan bagaimana posisi
ulama. Kedua, dimana peran umat. Ketiga,
reposisi makna dan fungsi negara-negara.
Buku ini menggunakan metodologi deskriptif analitik
sehingga mempermudah memberikan warna baru talam memahami fenomena yang ada. Dengan kepiawaiannya,
kedua penulis ini membuka tabir kemerosotan moral pemimpin umat dalam
meyalurkan hasrat dan gejolak keinginannya dalam dunia perpolitikan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa demoralisasi ulama
sebagai Penuntun umat menjadi tidak terelakkan lagi. Hal ini tidak lain karena
sampai saat ini para ulama betul-betul menempatkan kharisma dan dukungan
umatnya dalam melakukan bergaining politik dengan berbagai cara. Para ulama
mengontrol, menjanjikan, bahkan menghukum (lewat fatwa haram dan murtad)
umatnya agar mendukung kiprah politik diriny. Dengan segala modal dan dan kesempatan yang
dimilikinya, para ulama kemudian meyakinkan partner politiknya untuk selalu
bersama mengayun perjuangan politik. Posisinya
sebagai culture brooker dan
penggembala umat yang dimitoskan secara signifikan telah menjadikan mereka
sebagai pilihan rasional oleh media, diyakinkan oleh pengamat dan didesain oleh
tim sukses kampanye (hlm. 2)
Sampai pada tingkatan ini terlihat bahwa kharisma ulama
merosot menjadi barang murah yang diangankan mampu menarik taraf hidup umat
dengan melamar menjadi pejabat publik. Karena kesalahan interpretasi dari pesan
revolusioner menjadikan pesan tanpa ada gagasan. Kecenderungan untuk menjadi
reaktif,akomodatif dan kompromis kemudian menenggelamkan kekuatan kritis dan
nalar oposisional dari Islam (hlm.xix)
Menurut penulis, terdapat dua hal yang perlu
dicermati dengan makin maraknya gerbong ulama yang bermetamorfosis menjadi
politisi. Pertama, jagad keulamaan bangsa ini akan mengalami deposit
moral. Dengan kata lain, Islam akan kehilangan manusia independent yang
mendudukkan dirinya pada posisi tengah anara rakyat dan pemerintah. Kedua, posisi politik ternyata lebih menggiurkan. Para
ulama merasa dengan berpolitik mereka akan ikut secara mudah memperjuangkan
idealitas dan moralitas, namun kenyataanya mereka kehilangan watak kebajikan
civilitasnya, kehilangan kharisma dan otoritas moral sehingga tenggelam dalam langgam kehancuran
civilitas yang melelapkan. Semestinya ulama menjaga jarak dari struktur
kekuasaan, dan bukan memamahnya mentah-mentah. Tugas seorang ulama dan
intelektual agama tak lain dan takbukan adalah terus menerus melakukan oposisi
dengan melakukan kritik terhadap apa-apa
yang dianggap perlu dikritik. Dengan demikian suasana serasi dan seimbang akan
berjalan yang pada akhirnya menumbuhkan ketentraman dan kedamaian pada masyarakat.
Terlepas dari kekurangan yang ada, buku ini menarik
dibaca sebagai bahan bacaan untuk
membuka cakrawala wawasan umat islam dalam melaksanakan dakwah yang di
embannya.//
Tidak ada komentar:
Posting Komentar